MERDEKA.COM. Jurnalis senior Safari ANS menghabiskan waktunya selama kurang lebih 10 tahun untuk meneliti misteri harta amanah Bung Karno senilai 57 ribu ton emas. Dimulai dari tugas jurnalis untuk menginvestigasi harta karun Bung Karno, Safari semakin intens mendalami persoalan ini.
"Dimulai pertemuan saya dengan seorang Taiwan yang mempunyai dokumen tersebut (harta amanah) dengan tanda tangan Soekarno dan Chang Kai Sek yang berniat mencairkan emas ribuan ton," terang Safari ANS di Kampus Paramadina, Jakarta, Rabu (7/4).
Dari Eropa dan Amerika Serikat, dia memulai investigasi kebenaran The Green Hilton Memorial Agreement yang ditandatangani oleh Kennedy dan Soekarno pada 14 November 1963.
Tak hanya mencari sumber berita, untuk membuat valid data dia mendirikan LSM perbankan bernama International Fund for Indonesian Development yang berpusat di Hongkong.
"Ini fakta bener, dan enggak diragukan lagi. Kalau penipuan banking sistem semua bisa dicek, banyak dokumen ini (harta amanah). Saya melakukan penelusuran harta Bung Karno dengan cara ini," tegasnya penuh percaya diri.
Bahkan dia mengaku tahu dialog antara Sukarno dan Kennedy pada saat penandatanganan. "Ada dialog kecil antara Soekarno dan Kennedy. Kata Kennedy, oke enggak apa-apa saya akui harta sebesar ini ada tapi jangan dituntut pengembaliannya. Kata Soekarno, you bayar royaltinya saja oke, bayar bunga 2,5 persen setiap tahun," sambung dia.
Selain memberikan emas seberat 57 ribu ton, Soekarno pun mengizinkan Amerika membuka tambang di Indonesia dengan syarat tidak boleh dibawa ke luar Indonesia. Jika perjanjian itu dilanggar maka Amerika akan dikenai jatuh tempo atas hutang 57 ribu ton metrik emas sesuai dalam perjanjian tersebut.
Namun beberapa hari berselang Kennedy tewas ditembak, perjanjian ini pun semakin kacau ditambah nasib tragis Soekarno yang dikudeta. Safari mengindikasikan rentetan peristiwa ini merupakan awal bentuk penghilangan perjanjian oleh Amerika.
"Dimulai pertemuan saya dengan seorang Taiwan yang mempunyai dokumen tersebut (harta amanah) dengan tanda tangan Soekarno dan Chang Kai Sek yang berniat mencairkan emas ribuan ton," terang Safari ANS di Kampus Paramadina, Jakarta, Rabu (7/4).
Dari Eropa dan Amerika Serikat, dia memulai investigasi kebenaran The Green Hilton Memorial Agreement yang ditandatangani oleh Kennedy dan Soekarno pada 14 November 1963.
Tak hanya mencari sumber berita, untuk membuat valid data dia mendirikan LSM perbankan bernama International Fund for Indonesian Development yang berpusat di Hongkong.
"Ini fakta bener, dan enggak diragukan lagi. Kalau penipuan banking sistem semua bisa dicek, banyak dokumen ini (harta amanah). Saya melakukan penelusuran harta Bung Karno dengan cara ini," tegasnya penuh percaya diri.
Bahkan dia mengaku tahu dialog antara Sukarno dan Kennedy pada saat penandatanganan. "Ada dialog kecil antara Soekarno dan Kennedy. Kata Kennedy, oke enggak apa-apa saya akui harta sebesar ini ada tapi jangan dituntut pengembaliannya. Kata Soekarno, you bayar royaltinya saja oke, bayar bunga 2,5 persen setiap tahun," sambung dia.
Selain memberikan emas seberat 57 ribu ton, Soekarno pun mengizinkan Amerika membuka tambang di Indonesia dengan syarat tidak boleh dibawa ke luar Indonesia. Jika perjanjian itu dilanggar maka Amerika akan dikenai jatuh tempo atas hutang 57 ribu ton metrik emas sesuai dalam perjanjian tersebut.
Namun beberapa hari berselang Kennedy tewas ditembak, perjanjian ini pun semakin kacau ditambah nasib tragis Soekarno yang dikudeta. Safari mengindikasikan rentetan peristiwa ini merupakan awal bentuk penghilangan perjanjian oleh Amerika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar